MUNASABAH AL-QUR’AN
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Muhammad Nasrullah, M.S.I

Disusun Oleh :
1. Diana Sari 2118115
2. Salim
Rahmatullah 2118123
3. Siti
Nisrofah 2118130
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan karunia dan nikmat sehat sehingga saya diberikan
kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta salam
semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda nabi Muhammad saw. Dan juga
tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Nasrullah, M.S.I
yang selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul
Qur’an yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwasannya dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
untuk memperbaiki penyusunan makalah- makalah yang akan datang serta penulis
berharap semoga makalah ini memberikan manfaat kepada para pembaca terutama
untuk penulis sendiri, Aamiin.
Pekalongan, 30 Oktober 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad
Saw yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawatur (langsung dari Rasul
kepada umatnya), kandungan pesan ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan
abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi
umat islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan
muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya
terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan muslimin tentunya akan
sulit untuk dipahami.
Lahirnya
pengetahuan tentang kolerasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa
sistematika al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf Utsmani sekarang tidak
berdasarkan pada kronologis turunnya. Itulah sebabnya terjadi perbedaan
pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan surat dalam al-Qur’an. Pendapat
pertama, bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad. Kehadiran al-Qur’an dan misi
risalah Rasulullah Saw selalu mengundang perhatian berbagai pihak untuk
mengadakan studi. Aspek kajiannya terus berkembang baik dari aspek ilmiah
maupun aspek non ilmiah. Hal ini barangkali dikarenakan oleh mu’jizat
al-Qur’an. Keajaiban al-Qur’an seperti air laut tak pernah kering untuk
ditimba. Ia lalu memberikan inspirasi kepada manusia tanpa habis-habisnya.
- Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian munasabah al-Qur’an?
2.
Apa
saja pendapat-pendapat mengenai munasabah?
3.
Apa
saja macam-macam munasabah al-Qur’an?
4.
Bagaimana
metode melakukan penelitian munasabah ayat?
5.
Apa
faedah dari ilmu munasabah?
6.
Apa
fungsi ilmu munasabah?
- Tujuan Penulisan
1.
Agar
pembaca mengetahui dan memahami pengertian munasabah al-Qur’an.
2.
Agar
pembaca mengetahui dan memahami pendapat-pendapat mengenai munasabah.
3.
Agar
pembaca mengetahui dan memahami macam-macam munasabah al-Qur’an.
4.
Agar
pembaca mengetahui dan memahami metode melakukan penelitian munasabah ayat.
5.
Agar
pembaca mengetahui dan memahami faedah ilmu munasabah.
6.
Agar
pembaca mengetahui dan memahami fungsi dari munasabah al-Qur’an.
- Sistematika
Penulisan
Makalah ini
ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri
dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan makalah,
metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah
pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-saran,
serta pada akhir halaman terdapat daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah
Dalam pengertian
etimologi (bahasa) munasabah dapat berarti cocok, patut, sesuai.[1]
Sedangkan secara terminologi (istilah), munasabah adalah ilmu yang menjelaskan
tentang berbagai hubungan antara ayat-ayat atau surat yang satu dengan surat
atau ayat yang lain.[2]
Rumusan lain mengatakan
bahwa ilmu munasabah ialah ilmu yang menerangkan kolerasi atau hubungan antara
suatu ayat dengan ayat yang lain, baik yang ada di belakangnya atau ayat yang
ada di mukanya. [3]
Pengertian munasabah
secara terminologi menurut para ahli, munasabah dapat didefinisikan sebagai
berikut:
1.
Menurut
Az-Zarkasyi : Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami tatkala dihadapkan
kepada akal, pasti akal itu menerimanya.
2.
Menurut
Manna’ Al-Qaththan : Munasabah adalah sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan
dalam satu ayat atau antara ayat pada beberapa ayat atau antar surah (di dalam
al-Qur’an).
3.
Menurut
Ibn Al-Arabi : Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga
seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4.
Menurut
Al-Biqa’i : Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan
di balik sususan kata atau urutan al-Qur’an, baik ayat dengan ayat atau surah
dengan surah .
B.
Pendapat-Pendapat
Mengenai Munasabah
1.
Tertib
surah dan ayat
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat dalam al-Qur’an
tauqifiy, artinya penetapan dari rasul. Sementara tertib surat dalam al-Qur’an
masih terjadi perbedaan pendapat.
a.
Tauqifiy
Menurut jumhur ulama bahwa tertib surat sebagaimana
dijumpai sebagai mushaf sekarang ini adalah tauqify. Kelompok ini mengajukan
alasan bahwa nabi saw sering membaca al-Qur’an dengan tertib surah seperti yang
sekarang ada.
b.
Ijtihady
Kelompok ini mengatakan bahwa tertib surah dalam
al-Qur’an adalah ijtihady. Alasan mereka adalah :
1.
Tidak
ada petunjuk langsung dari Rasulullah saw tentang tertib surah dalam al-Qur’an.
2.
Sahabat
pernah mendengar rasul membaca al-Qur’an berbeda dengan susunan surah yang
sekarang, hal ini dibuktikan dengan munculnya empat buah mushaf dari kalangan
sahabat yang berbeda susunannya antara satu dengan yang lainnya.
3.
Mushaf
yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa susunan surah
tidak ada petunjuk resmi dari nabi saw.
Dari tiga pendapat dan alasan di atas, maka boleh
jadi susana surah itu sebagian bersifat tauqifiy dan sebagian lagi bersifat
ijtihady. Akibat dari dua pendapat di atas, muncul pendapat yang ketiga.
c.
Tauqifiy
dan ijtihady
Pendapat ketiga ini mengatakan bahwa tertib sebagian
surah dalam al-Qur’an adalah tauqifiy dan sebagian lagi adalah ijtihady.
Alasanya :
1.
Ternyata
tidak semua nama-nama surah itu di berikan oleh Allah, tapi sebagian diberikan
oleh Nabi dan bahkan para sahabat. Adapun yang diberikan oleh Allah misalnya
al-Baqarah, at-Taubah, Ali ‘Imran dan lain-lain. Nama surah yang di berikan
oleh Nabi adalah yang Nabi sendiri menyebutkan surah tersebut seperti surah
Thoha dan Yasin. Surah yang diberikan nama oleh para sahabat seperti surah al-Bara’ah
yaitu surah yang tidak diawali dengan Bismillah.
2.
Tentang
munasabah
Pada bagian ini, muncul pertanyaan, apakah Munasabah
itu ada atau tidak? Dari pertanyaan ini muncul dua pendapat yang berbeda.
Argumentasi yang pertama bahwa suatu kalimat baru memiliki
Munasabah apabila ia diucapkan dalam konteks yang sama. Karena ayat al-Qur’an
turun dalam berbagai konteks maka itu ia mesti memiliki Munasabah. Pendapat
tersebut dikemukakan oleh seorang mufassir yang bernama Izzudin Ibn Abdul
Aslam.
Sementara argumentasi kedua mengatakan bahwa
ketidakberurutan itulah menunjukkan adanya rahasia. Di sinilah relevansi
pembicaraan Munasabah. Pendapat adanya munasabah dalam al-Qur’an juga
dikemukakan oleh mufassir, di antaranya As-Suyuthi, Al-Qaththan, Fazlurrahman,
dan lain-lain.[4]
C.
Macam-Macam
Munasabah al-Qur’an
1.
Munasabah
dari segi sifat atau keadaan, dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Munasabah
yang jelas (Zhahir al-Irtibath), yaitu munasabah antara bagian (ayat atau
surah) dengan (ayat atau surah) lainnya terlihat jelas dan kuat. Karena begitu
kuatnya kaitan antara keduanya, sehingga yang satu tidak dapat menjadi kalimat
yang lain.[5]
Di antara ayat-ayat itu sebagai penguat, penafsir, penyambung, penjelas,
pengecualian, atau bahkan pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-ayat
tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang utuh. Contohnya munasabah antara
ayat 134 dari surah Ali ‘Imran.
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى
السَّرَّآءِوَالضَّرَّآءِوَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ
ۗ وَاللهُ يُحبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
Dengan
ayat setelahnya,
وَالَّذِيْنَ اَذَافَعَلُوْافَاحِشَةًاَوْظَلَمُوْآاَنْفُسَهُمْ
ذَكَرُوااللهَ فَاسْتَغْفَرُوْالِذُنُوْبِهِمْ ۗوَمَنْ يَّغْفِرُالذُّنُوْبَ
اِلاَّاللهُ ۗوَلَمْ يُصِرُّوْاعَلى مَافَعَلُوْاوَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Hubungan
antara ayat 134 dengan ayat 135 tampak jelas. Masing-masing merupakan ciri-ciri
orang yang bertakwa.
b.
Munasabah
yang tidak jelas (Khafiyyu al-Irtibath), yaitu munasabah antara bagian (kalimat
atau ayat atau surah ) dengan bagian (kalimat atau ayat atau surah) lainnya tidak
jelas, sehingga seolah-olah tidak ada pertalian atau hubungan antara keduanya. Contohnya
munasabah antara ayat 189 surah al-Baqarah
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ
هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ
الْبِرُّبِاّنْ تَأْتُوْاالْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَاوَلكِنَّ الْبِرَّمَنِ
اتَّقَىۚ وَأْتُوْاالْبُيُوْتَ مِنْ ابْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوْااللهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ
“Mereka
bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji, dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Dengan
ayat 190 surah al-Baqarah :
وَقَاتِلُوْافِيْ سَبِيْلِ اللهِ
الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْوَلاَتَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ
الْمُعْتَدِيْنَ
“Perangilah
di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.”
Antara kedua ayat tersebut jika dilihat sepintas
tidak ada hubungannya antara yang satu dengan yang lainnya. Ayat pertama
mengenai haji, sedangkan ayat selanjutnya mengenai peperangan. Namun sebenarnya
ada hubungan antara kedua ayat tersebut. Munasabahnya yaitu ada larangan
berperang waktu haji, tetapi jika di serang lebih dahulu, maka
serangan-serangan musuh itu harus di balas meskipun pada musim haji.
2.
Munasabah
dari segi materi
1.
Munasabah
antara ayat dalam al-Qur’an, yaitu hubungan atau persesuaian antara ayat yang
satu dengan ayat yang lain. Di atas telah dikemukakan, bahwa letak munasabah
antara satu ayat dengan ayat yang lain, kadang-kadang terlihat jelas dan
kadang-kadang tidak tampak jelas, hingga tidak mudah untuk dicari. Kemungkinan
jelasnya munasabah antara ayat cukup besar. Hal ini disebabkan karena
pembicaraan mengenai satu topik jarang dapat selesai dalam satu ayat saja.
2.
Munasabah
antar surah dalam al-Qur’an yaitu persesuaian atau kolerasi antara surah yang
satu dengan surah yang lain. Untuk lebih jelasnya, munasabah antara surah-surah
dalam al-qur’an dapat dibagi menjadi :
a.
Munasabah
antar nama surah
Biasanya terjadi antara nama satu suatu surah dengan
nama surah sesudahnya atau dengan nama surah sebelumnya terdapat hubungan
makna. Sebagai contoh adalah surat 23 (al-Mu’minun : orang-orang beriman) surat
24 (an-Nur : cahaya) dan surat 25 (al-Furqan : perbedaan ) kolerasinya adalah
bahwa pada hakikatnya orang-orang yang beriman (al-Mu’minun) hidup di bawah cahaya
(an-Nur) yang menerangi lahir dan batiniyah. Dan karena adanya penerangan
kehidupan lahir dan batin, orang-orang beriman tersebut mempunyai kemampuan
untuk membedakan (al-Furqan) antara yang haq dengan yang bathil, yang baik
dengan yang buruk dan lain-lain.
b.
Munasabah
antara surah dengan kandungannya
Nama-nama surat yang ada dalam al-Qur’an ada
hubungannya dengan kandungan isi surat. Contohnya surah al-Fatihah juga disebut
ummul Qur’an (induk al-Qur’an), karena dalam surah ini memuat berbagai tujuan dengan
seluruh isi al-Qur’an.
c.
Munasabah
antara kandungan surah secara global dengan kandungan surah berikutnya
Yaitu materi surah yang satu sangat berkaitan dengan
materi surah yang lain. Misalnya kandungan surah al-Baqarah (2) terkait erat
bahkan sama dengan materi surah al-Fatihah (1). Keduanya sama-sama menerangkan
lima hal pokok kandungan al-Qur’an, yaitu masalah akidah, ibadah, muamalah,
kisah dan janji serta ancaman.
d.
Munasabah
antara akhir surah dengan awal surah lainnya
Penelitian
ulama’ menunjukkan bahwa pada umumnya semua akhir itu erat sekali hubungannya
dengan awal surah berikutnya walaupun sudah dipisah dengan basmallah.
Contohnya
akhir surah al-Waqiah ayat 96 yang berbunyi :
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ
“Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”
Akhir
surah tersebut sesuai dengan awal surah selanjutnya, yaitu surah al-Hadid ayat
1 yang berbunyi :
سَبَّحَ لِلهِ مَافِى
السَّماواتِ وَالْاَرْضِ ۚوَهُوَالْعَزِيْزُالْحَكِيْمُ
“
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebesaran Allah), dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
e.
Munasabah
antara awal surah dengan akhir surah dalam satu surah
Surah al-Baqarah misalnya, dimulai dengan masalah
al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman dan mereka juga beriman
kepada kitab-kitab terdahulu. Pada bagian akhir surah ini disebutkan tentang
keimanan Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab suci
yang diturunkan kepada Nabi terdahulu. Surah an-Nisa’ diawali dengan masalah
penciptaan manusia dengan pasangannya yang kemudian menimbulkan perkawinan yang
berujung pada keturunan. Bagian terakhir dari surah ini berbicara masalah
waris. Bagaimana pun perkawinan dan keturunan terkait erat dengan warisan.
D.
Metode
Melakukan Penelitian Munasabah Ayat Menurut As-Suyuthi
1.
Memperhatikan
tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.
Memperhatikan
uraian ayat –ayat yang sesuai dengan tujuan yang di bahas dalam surat.
3.
Menentukan
tingkatan uraian-uraian tersebut, apakah ada hubungannya atau tidak.
4.
Dalam
mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.
E.
Faedah
Ilmu Munasabah
1.
Mengetahui
hubungan antara bagian al-Qur’an sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan terhadap al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatan.
2.
Mempermudah
pemahaman al-Qur’an.
3.
Membantu
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an setelah di ketahui hubungannya.
4.
Menolak
tuduhan bahwa susunan al-Qur’an itu kacau.
5.
Dapat
diketahui mutu dan tingkatan ketinggian bahasa al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya.
F.
Fungsi
Ilmu Munasabah
1.
Untuk
menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat,
ayat-ayat, dan surah-surah dalam al-Qur’an.
2.
Untuk
menjadikan bagian-bagian dalam al-Qur’an saling berhubungan sehingga tampak
menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3.
Ada
ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4.
Untuk
menjawab kritikan orang luar tehadap sistematika al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ilmu munasabah yang
merupakan hal baru dalam cabang ulumul Qur’an, telah mendapatkan perhatian
khusus di kalangan para ulama. Sebab dengan ilmu ini akan dapat diusahakan
sebagai ilmu pencarian hubungan baik antar kalimat, ayat, maupun surah dalam
al-Qur’an. Hal ini bertujuan agar lebih bisa memahami al-Qur’an tersebut secara
utuh dan menyeluruh terutama dalam penafsirannya.
Ilmu munasabah bersifat
ijtihady, sehingga wajar jika sebagian ulama tidak menganggap urgensi ilmu ini.
Namun, dalam perkembangannya, munasabah memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap penafsiran al-Qur’an. Apabila belum atau tidak ditemukan hadits
tentang Asbab an-Nuzul suatu ayat maupun surah, atau jika terjadi pertentangan
antara hadits yang satu dengan lainnya dalam satu ayat yang sama, maka
kedudukan munasabah ini menjadi sangat penting dalam menafsirkan al-Qur’an.
B.
Saran
Dengan memerhatikan kedudukan mahasiswa,
yakni sebagai bagian dari sivitas akademika, mahasiswa akan senantiasa
berhubungan dengan tugas menulis karya ilmiah. Oleh karena itu, disarankan
mahasiswa harus rajin membaca dan menguasai pedoman penulisan makalah serta
berusaha untuk menguasai hal-hal yang terkait dengan kemampuan menulis makalah.
Rajin membaca adalah sebagai modal dasar bagi seorang penulis makalah. Di
samping itu, modal lain yang dibutuhkan adalah adanya kemauan (willingness),
motivasi (motivation), dan kemampuan (ability) menulis. Ketiganya merupakan
modal yang mutlak harus dikembangkan oleh seseorang untuk menulis makalah.
Jadikan enam prinsip di atas untuk mendongkrak kemauan (willingness), motivasi
(motivation), dan kemampuan (ability) untuk menulis makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin, Moh. 2018. Pengantar ILMU AL-QUR’AN Untuk Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri. Pekalongan: PT. NASYA EXPANDING MANAGEMENT
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad. 2000. ULUMUL QURAN 1 untuk
Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Usman. 2009. ULUMUL QUR’AN. Yogyakarta: Penerbit TERAS
[1] Muhammad Chirzin, al-Qur’an dan Ulum al-Qur’an, (Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), hal. 50.
[2] Mohammad Gufron &
Rahmawati, Ulumul Qur’an : Praktis dan
Mudah, (Yogyakarta: teras, 2013),
hal. 85.
[3] Ahmad Syahdali, Ulumul Quran I, (Bandung: PUSTAKA SETIA,
1997), hal. 168.
[4] Abu Anwar, ‘Ulumul
Qur’an (Bandung: Amzah, 2002), hal. 62-65.
[5] Abdul Djalal, ‘Ulumul
Qur’an (Surabaya: Dunia Islam, 1998), hal. 155-156.
Komentar
Posting Komentar